Author: Cho Migo
Main Cast: Park Jiyeon, Xiu Min (Exo M), Kris (Exo M)
Support Cast: Park Seo Joon
Genre: Friendship, Romance
Disclaimer: This FF is MINE!
A/n: Baca dulu terus komen, okeh? Enjoy *wink*
UNCHANGE
Sahabatku membantuku untuk membuka mata, bahwa banyak hal
menyenangkan di dunia. Sahabatku mengajariku tentang apa yang namanya
sahabat sejati. Ini cerita tentang aku dan sahabatku, dimulai 7 tahun
lalu.
Kris Sunbae
Aku tau kalau dari awal aku memang suka dia. Suka matanya. Suka
senyumnya. Dari hari pertama sampai sekarang tidak pernah lupa.
Penolongku.
Waktu itu tanggal 10 Maret. Satu hari Kamis yang mendung itu tidak
akan pernah aku lupakan. Waktu pulang sekolah tiba, aku tidak langsung
menuju gerbang sekolah. Aku hanya harus menyelesaikan tugas matematikaku
karena Yoon-seon memintaku untuk mengumpulkan tugasku padanya hari itu
juga kalau aku ingin mendapat nilai untuk mata pelajarannya. Hari itu
atau tidak sama sekali. Aku terpaksa mengerjakannya sampai hampir jam
setengah enam sore. Melenceng sedikit dari waktu yang ditetapkan oleh
Yoon-seon, tapi hari itu aku tidak pulang malam dengan sia-sia.
Tapi hujan turun secara tiba-tiba saat aku baru sampai di depan
gerbang sekolah SMA Kyung Hee yang super besar. Aku panik saat itu juga.
Mendadak pikiranku terbang kepada Eomma dan Oppa yang pasti sedang
menungguku dengan makanan yang sudah mulai mendingin di depan mereka.
Tiba-tiba aku mengumpat pada diriku, Eomma, dan Oppa. Seharusnya
peraturan
‘tunggu-semua-pulang-baru-makan’ tidak pernah kami buat.
Aku melihat ke langit dan tahu, hujan sederas ini mungkin baru akan
berhenti tengah malam nanti. Lagipula bagaimana bisa aku sampai tidak
membawa payung? Tolol!
‘Gadis sepertimu harusnya sudah pulang.’ Sebuah suara tenang
berkata padaku saat itu. Aku berbalik dan mendapati Kris sunbae sedang
tersenyum padaku. Aku balas tersenyum dengan agak malu dan menjawab,
‘Aku ada sedikit masalah dengan Yoon-seon.’
Kris sunbae mendekatiku dan berdiri di sampingku, memandang langit dan berkata,
‘Sepertinya aku tau apa masalahmu.’ Dia mengedikkan bahunya lalu memandangku dengan tatapan jenaka,
‘Aku juga pernah telat mengumpulkan tugas.’ Setelah
dia berkata begitu kami tertawa bersama. Entah dari mana aku mendapat
gagasan ini, tapi setelah itu aku menunduk memandang sepatuku dan
mengulurkan tanganku,
‘Park Jiyeon. Kelas 1.3.’ Aku berpikir
bahwa memperkenalkan diri seperti ini mungkin akan terlihat tolol. Tapi
aku merasakan Kris sunbae balas menjabat tanganku,
‘Wu Fi Yan. Kelas 3.1. Tapi aku biasa dipanggil Kris.’
Kris sunbae melepas tanganku secepat ia menjabat tanganku.
‘Adikku dalam perjalanan kesini untuk menjemputku. Kau bisa ikut kami kalau kau mau.’ Tawarnya. Aku agak berpikir sebentar lalu berkata,
‘Sepertinya tidak perlu. Aku bisa menunggu hujan berhenti dan berjalan kira-kira enam blok menuju halte bis.’ Bisa
kulihat Kris sunbae mengangkat sebelah alisnya, terlihat berpikir
sebentar dan mengambil sesuatu dari balik tas pungungnya. Sebuah payung.
‘Kau bisa gunakan ini. Tapi sepertinya malam ini akan sedikit lebih dingin dari biasanya. Kau juga bisa gunakan jaketku.’ Aku menerima payung itu dan memandang Kris sunbae yang sedang membuka jaketnya dan memberikannya padaku.
‘Aku akan mengembalikan ini besok.’ Kataku padanya yang membuatnya tersenyum.
‘Tentu aku akan menunggumu. Itu jaket favoritku.’Katanya tertawa dengan renyah yang membuatku susah untuk tidak tersenyum membalas tawanya.
Aku memakai jaket pemberiannya dan membuka payungnya. Well, payungnya
besar dan aku yakin payung ini bisa membuatku tidak terkena air setetes
pun. Setelah itu aku hanya mengatakan
‘Terima kasih’ dan
‘Permisi’ lalu melangkah pergi dari situ. Entah kenapa langkahku jadi jauh lebih ringan setelah pertemuan singkatku dengan Kris sunbae.
Hmm, kejadian itu tidak akan pernah kulupakan. Hari Kamis yang
mendung tanggal 10 Maret. Aku benar-benar betul-betul sungguh-sungguh
tidak akan melupakannya.
Setelah kejadian itu aku tidak bisa berhenti memikirkan Kris sunbae.
Ketika melihatnya entah kenapa aku jadi malu pada diriku sendiri.
Padahal sikapnya bisa dikatakan biasa-biasa saja padaku. Dia selalu
menyapaku dan terkadang menawarkan untuk mengantarku pulang, tapi yang
kulakukan hanya menggeleng dan mengatakan ‘”
Tidak perlu” dan ”
Terima kasih.” padanya sambil berusaha untuk terlihat biasa-biasa saja. Bahkan terkesan tidak peduli.
Awalnya aku tidak tahu ada apa dengan diriku. Namun akhirnya hati kecilku memberitahu, bahwa aku memang menyukai Kris Sunbae
———-
Sahabat Pertama
Perlu beberapa minggu untuk menyadari kalau Kris Sunbae punya adik
yang juga bersekolah di SMA Kyung Hee. Namanya Wu Min Seok. Tapi entah
siapa yang memulai, orang-orang memanggilnya Xiu Min. Dia satu kelas
denganku dan duduk tepat di bangku belakangku.
Xiu Min itu menyebalkan. Setidaknya begitulah pendapat murid-murid
lain di SMA Kyung Hee. Xiu Min selalu hobi mebuat masalah, meskipun
bukan masalah yang berbau kriminal seperti memakai narkoba atau
menganiaya orang. Xiu Min selalu memanjat pagar ketika terlambat
meskipun pak satpam sudah memarahinya berkali-kali. Xiu Min juga suka
membuat kesal orang lain dan tak jarang guru-guru juga dibuat kesal
olehnya. Tapi tak sedikit juga guru-guru yang diam-diam menyanyanginya
karena Xiu Min selalu membantu teman-teman di kelas maupun diluar kelas
kalau menyangkut pelajaran. Xiu Min itu pintar sekali. Xiu Min tidak
pernah keberatan jika ada yang meminta bantuannya selama ia bisa
melakukannya. Menurutku Xiu Min itu baik dan tidak menyebalkan. Yaah,
mungkin sedikit.
Hari itu pelajaran sejarah. Aku membuka tugas yang diberikan
Jung-seon sebelum Jung-seon pamit pada kami untuk pergi ke kamar mandi.
Aku masih sibuk mengerjakan tugas tersebut sampai ada sebuah tangan
jahil yang dengan kejam menarik-narik rambutku. Maksudku kunciranku.
Aku berbalik dan mendapati Xiu Min sedang tersenyum jahil padaku. Aku
belum pernah menjadi korban kejahilan Xiu Min sebelumnya. Tapi setelah
ia menarik rambutku aku segera bangkit berdiri dan mengacak-acak
rambutnya. “Berhenti mengangguku, Xiu Min. Dasar pipi bakpau!” kataku
sambil tertawa mengambil topik pipi tembemnya yang membuatnya
menyipitkan matanya padaku.
Dan itulah awal persahabatan kami.
———
Aku dan Xiu Min
Xiu Min suka diving. Dia sering mengajakku pergi ke berbagai pantai.
Bahkan tempat favorit Xiu Min adalah sungai Han. Karena disana Xiu Min
bisa sekedar mencelupkan kaki jika sedang tidak bisa pergi ke pantai.
Xiu Min juga suka membuat cerita-cerita atau poster tentang keindahan
alam bawah laut. Biasanya Xiu Min membuat cerita atau poster untuk
lomba. Dan kebanyakan hasil karyanya memenangkan perlombaan tersebut.
Meskipun tidak selalu menjadi juara satu.
Xiu Min itu berbeda dengan Kris Sunbae. Mereka seperti langit dan
bumi. Hanya tawa renyah mereka yang membuat mereka terlihat seperti
kakak-adik. Kecuali jika banyaknya perempuan-perempuan yang menyukai
mereka. Tapi aku tidak menyukai Xiu Min. Aku memandang Xiu Min sebagai
sahabat terbaikku. Dan bukankah sahabat itu memang saling menyukai? Xiu
Min sudah tau kalau aku menyukai Kris Sunbae dan ingin mengatakannya
pada Kris Sunbae kalau saja aku tidak segera mengancamnya akan
membunuhnya jika sampai mengatakannya pada Kris Sunbae. “Terserah.
Perasaan itu tidak bisa dipendam terus.” Katanya padaku. Tapi aku tidak
peduli.
Banyak perempuan-perempuan yang menunggu-nunggu waktu istirahat.
Karena waktu istirahat, Kris Sunbae dan Xiu Min akan bermain basket
bersama. Lalu perempuan-perempuan itu akan berteriak menyemangati saat
Kris Sunbae atau Xiu Min behasil mencetak angka. Aku lebih memilih duduk
di pinggir lapangan sambil membaca komik favoritku. Tapi setelah itu
Xiu Min akan datang padaku dengan keringat yang mengucur dari
pelipisnya. Merenggut minuman apapun di tanganku dan meneguknya sampai
habis. Lalu ia akan mengacak-acak rambutku, mengucap terima kasih
sekenanya lalu berbalik pergi menuju lapangan. Bersiap untuk bertanding
lagi. Aku selalu kesal jika Xiu Min melakukan hal itu. Selain minumanku
yang habis tak bersisa, aku juga mendapat pelototan dari
perempuan-perempuan di sekelilingku yang melihat kejadian itu.
Selain itu banyak hal yang kita lakukan bersama. Mengerjakan tugas
bersama. Nonton film horror setiap hari Jumat. Menunggu bis setiap
pulang sekolah. Balapan makan es krim di Ragusa sampai kekenyangan.
Bermain Tekken semalaman dan baru berhenti saat salah satu dari kami
menyerah. Bahkan Xiu Min mengajariku bagaimana caranya memanjat pagar
sekolah saat terlambat. Lucu juga kalau di ingat-ingat.
———-
Kecelakaan
Pagi itu aku mendapat telepon paling buruk seumur hidupku. Bahkan jika yang meneleponku adalah Kris Sunbae sekalipun.
“Jiyeon!! Akhirnya kau angkat juga teleponku!!” bisa kudengar Kris Sunbae berteriak di seberang telepon.
“Ada apa, Kris Sunbae? Kurasa ini masih pagi-pagi sekali.” Kataku
berusaha menjaga agar suaraku terdengar tenang dan mengabaikan
serangkaian kembang api di dadaku.
“Xiu Min! Xiu Min!” Kris Sunbae memekik tidak jelas yang membuatku mengangkat alis.
“Xiu Min kenapa?” tanyaku.
“Si bodoh itu. Semalam dia kecelakaan di jalan dekat sungai Han!”
“A-apa?!” aku hampir menjatuhkan ponselku saat itu.
——–
Terenggut
Aku berlari secepat yang kubisa dari halte bus. Entah apa yang
kupikirkan saat itu. Yang kutahu aku harus melihat Xiu Min secepatnya.
Aku bahkan membolos sekolah hari itu. Pikiranku hanya tertuju pada
sahabatku. Dan aku benar-benar ingat saat aku membuka pintu nomor 701
dengan terburu-buru. Membayangkan Xiu Min yang sedang kesakitan. Tapi
nyatanya, aku malah menemukan Xiu Min yang sedang asyik bermain psp.
Bahkan ia tidak menyadari keberadaanku sampai aku berjalan menuju kursi
di samping tempat tidurnya. Saat aku duduk di sampingnya, aku
benar-benar mengomel padanya tentang semua hal. Tentang dia yang tidak
berhati-hati sampai bagaimana bisa ia terjatuh dan berakhir dengan
mendarat di aspal setelah berguling di udara selama paling tidak tiga
kali hanya karena menghindari seekor anak kucing. Tapi ia hanya
menampakkan cengiran khasnya dan memberiku potongan apel di piring di
atas meja agar aku menutup mulutku.
Tapi setelah itu ganti Xiu Min yang memarahiku karena membolos dan
hal-hal yang berbau tentang masa depanku. Aku hanya memutar mata. Xiu
Min juga mengeluh tentang betapa bosannya ia berada di rumah sakit. Ia
mengatakan bahwa kamarnya benar-benar putih dan tidak ada gambarnya.
Jadi ia memohon padaku agar menemaninya untuk berjalan-jalan sebentar.
Awalnya aku tidak mengijinkannya karena takut. Tapi setelah
kupikir-pikir, Xiu Min pasti kesepian sejak Kris Sunbae meninggalkan Xiu
Min. Dan aku tidak bisa mengandalkan orang tua Xiu Min yang super
sibuk. Jadi pasti Xiu Min kesepian setengah mati.
Aku mengambil kursi roda karena kedua kaki Xiu Min yang di perban
tidak memungkinkan untuk berjalan hanya dengan tongkat. Bagian tubuh Xiu
Min yang paling parah adalah kaki. Aku menaikkan Xiu Min dengan susah
payah ke atas kursi roda. Xiu Min berusaha untuk tidak membebankan
seluruh berat tubuhnya ke tubuhku dengan menumpukan kedua tangannya ke
pegangan kursi roda. Xiu Min sedikit mengerang saat kakinya tak sengaja
tersentuh.
Xiu Min benar-benar seperti anak kecil saat aku mulai mendorong kursi
roda dan membuka pintu. Saat aku berbelok ke sebuah koridor, tampak
seorang laki-laki yang berdiri berhadapan dengan seorang dokter di ujung
koridor. Laki-laki itu tampak seperti memohon-mohon pada dokter di
hadapannya. Entah kenapa aku berhenti dan memperhatikan laki-laki itu
dengan seksama.
“Tolong selamatkan dia dokter. Jika dia sampai kehilangan kakinya,
dia juga akan kehilangan mimpinya!!” pinta laki-laki itu kepada dokter.
Dokter itu mengangkat tangannya dengan sikap menyerah, “Maafkan kami
Tuan Wu Fi Yan, tapi adik anda harus mengalami lumpuh permanen di
kakinya. Kami sudah berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkan kakinya.
Tapi Tuhan punya rencana lain.” Dokter itu mengangguk dengan sikap
pasrah dan berbalik pergi menjauh.
Laki-laki itu berbalik menghadap kami. Butuh beberapa detik untuk
menyadari bahwa laki-laki itu adalah Kris Sunbae. Dan satu ton batu
seperti dihantamkan padaku saat Xiu Min berkata dengan pelan dengan nada
penuh kepedihan, “Yang dimaksud dokter itu aku kan,
Hyung?”
———-
Mimpi
Sifat Xiu Min tidak banyak berubah sejak hari itu. Xiu Min hanya
lebih diam. Lebih kalem. Sifat jahilnya telah pergi entah kemana. Aku
agak sedih dengan perubahan ini. Tapi apalagi yang bisa kuharapkan?
Menurutku melihat Xiu Min tidak gila sudah lebih dari cukup.
Xiu Min sudah keluar dari rumah sakit. Menurut dokter keadaan Xiu Min
sudah sama seperti sebelumnya. Kecuali kakinya dan fakta bahwa kursi
roda telah menjadi bagian dari hidupnya sekarang ini. Aku merasa sedih
untuk hal ini. Tapi Xiu Min, seperti biasa mengatakan padaku bahwa
jangan pernah terlihat mengasihaninya.
Xiu Min sudah masuk sekolah selama dua minggu. Dan banyak hal yang
berubah di sekolah saat Xiu Min kembali. Perempuan-perempuan yang dulu
mengelu-elukan Xiu Min berganti dengan perempuan-perempuan yang
mengernyit jijik saat Xiu Min melewati koridor dengan aku yang mendorong
kursi roda di belakangnya. Rasanya seperti menahan langit runtuh saat
Xiu Min berusaha menelan itu dengan senyuman dan berkata, “Mereka hanya
tidak tahu rasanya. Mangkanya mereka melakukan itu.”
Pernah suatu kali aku melihat Xiu Min yang memandang anak-anak yang
sedang bermain basket di lapangan. Saat aku menghampirinya Xiu Min
segera mengalihkan pandangan lalu tertawa dan menunjuk anak yang membawa
lollipop besar di tangannya, “Aku ingin tahu rasanya memakan lollipop
sebesar itu sendirian.” Katanya dengan nada yang terdengar gembira. Tapi
aku sahabat Xiu Min. aku mendengar kepedihan yang terselubung di
dalamnya. Tanpa mengatakannya pun aku tahu, Xiu Min memandang lurus ke
arah anak-anak yang bermain bola basket.
Yang menemani Xiu Min selama di sekolah hanya aku. Kris Sunbae yang
sudah lulus harus kuliah dan dengan terpaksa meninggalkan Xiu Min disini
bersamaku. Aku juga sering menemani Xiu Min saat di rumah jika jadwal
kuliah Kris Sunbae sedang
lembur. Karena Xiu Min terus mengeluh
tentang pelayan-pelayan yang membosankan. Aku jadi tidak bisa
membayangkan, apakah orang tua Xiu Min sesibuk itu?
Meskipun Xiu Min sakit, Xiu Min tidak pernah kehilangan semangatnya.
Xiu Min tidak pernah kehilangan mimpinya akan alam bawah laut. Xiu Min
tetap berkarya membuat cerita dan poster untuk menjaga mimpinya. Aku
bisa melihat sinar itu terpancar begitu kuat di matanya. Xiu Min yang
cinta laut.
Saat libur tiba, Xiu Min secara khusus memintaku dan Kris Sunbae
untuk menemaninya pergi ke pantai. Ia mengatakan bahwa ia sudah rindu
akan laut. Jadi kami semua pergi ke Pulau Jeju. Di pantai ini aku tidak
bisa membayangkan liburan yang sama dengan terakhir kalinya kami
berlibur ke pantai. Tapi aku senang ada Xiu Min dan Kris Sunbae
bersamaku.
Suatu hari, Xiu Min memintaku dan Kris Sunbae untuk mengantarnya
pergi ke tepi pantai pada saat menjelang malam. Katanya ingin melihat
matahari tenggelam bersama dengan orang-orang yang ia sayangi. Aku agak
ngeri saat berpikir bahwa ini mungkin salam perpisahan. Tapi aku segera
menepis pemikiran itu jauh-jauh.
Akhirnya aku dan Kris Sunbae mengantar Xiu Min saat matahari
tenggelam. Xiu Min meminta Kris Sunbae untuk membantu meletakkan kakinya
ke air laut di bawahnya. Dan aku melihat Xiu Min tersenyum untuk
pertama kalinya hanya karena kakinya menyentuh air laut. Maksudku senyum
yang benar-benar senyum karena kau sangat bahagia.
“Hyung, Jiyeon, terima kasih.” Hanya itu yang diucapkan oleh Xiu Min
saat itu. Membuatku ingin berlari sejauh mungkin dan menangis.
———-
Terjatuh
Aku benar-benar tidak bisa membayangkan hari itu sebelumnya. Hari
ketika aku melihat Xiu Min terjatuh dari kursi rodanya. Xiu Min pingsan.
Aku segera membawa Xiu Min pergi ke rumah sakit dan menelepon Kris
Sunbae. Aku menunggu dengan rasa tegang bercampur takut saat menunggu
Xiu Min dengan dokter-dokter mengelilinginya di UGD. Tapi ketakutanku
agak sedikit berkurang saat Kris Sunbae datang dengan wajah panik dan
menanyakan dimana Xiu Min. Kemudian aku menjelaskan semuanya. Saat
secara tiba-tiba Xiu Min pingsan saat aku menyiapkan makan untuknya.
Tapi saat aku kembali dari dapur, aku mellihat Xiu Min sudah tergeletak
di atas lantai.
Seorang dokter keluar dari ruangan dan mendatangi kami. Wajahnya
keras. Membuatku merasakan ada sesuatu yang buruk sedang terjadi. “Ada
apa dengan adikku, dok? Katakan bahwa kau membawa kabar baik. Katakan
bahwa Xiu Min tidak apa-apa, dok!!” pekik Kris Sunbae dengan kalut.
Mataku berair seketika saat melihat Kris Sunbae seperti itu.
“Tolong tenang sedikit, Tuan Wu Fi Yan.” Dokter itu mengangkat kedua
tangannya untuk menenangkan Kris Sunbae yang ternyata berhasil. “Adik
anda mengalami pemberhentian kerja saraf. Mungkin ini dampak dari
kecelakaan yang membuatnya lumpuh permanen. Tapi ternyata masih ada
dampak selain kelumpuhan pada kakinya. Cepat atau lambat, adik anda akan
lumpuh total. Tergantung dengan sarafnya.”
Dan dunia seakan runtuh di sekitarku.
———-
Melangkah Pergi
Saat aku membuka mataku, yang kulihat hanya warna putih. Aku mencoba
mengingat-ngingat kenapa aku bisa berada di ruangan itu. Dan aku ingat
aku pingsan saat mendengar bahwa tubuh Xiu Min akan Lumpuh total. Xiu
Min!! Aku harus mencari Xiu Min!
Aku segera melompat dari ranjang, mengabaikan pening di kepalaku dan
berlari menuju kamar 701 yang tidak terlalu jauh jaraknya dari kamar
yang tadi kutempati. Aku membuka pintu dan mendapati Kris Sunbae yang
sedang tertidur pulas di sofa tak jauh dari ranjang Xiu Min. Xiu Min
sendiri sedang tertidur di atas ranjang dengan berbagai selang yang
tersambung ke tubuhnya. Atau setidaknya dia terlihat seperti sedang
tertidur.
Aku berjalan kearahnya dengan langkah gontai dan masih mengabaikan
pening di kepalaku. Duduk di samping Xiu Min, menggenggam tangannya dan
mulai menangis. Hanya tangisan tanpa suara. Tapi cukup untuk membuat air
mataku mengalir deras. Pikiranku dipenuhi oleh kenangan-kenangan
tentang aku dan Xiu Min. Tentang bahagianya kami karena saling memiliki
satu sama lain. Saat Xiu Min mengingatkanku agar selalu mengerjakan PR
dari Yoon-seon agar aku tidak selalu telat mengumpulkan tugas. Saat Xiu
Min mengajakku untuk mencoba memanjat pagar sekolah saat kami terlambat
dan kami berhasil (saat itu aku menggunakan pakaian olah raga). Saat aku
membahas tentang pipi bakpaunya yang langsung membuatnya merengut
kesal.
Saat aku sedang tenggelam dalam masa lalu kami, aku merasakan sesuatu
bergerak di tanganku. Tangan Xiu Min!!! Tangan Xiu Min menggenggam
tanganku lemah. Aku tersenyum dan bangkit berdiri untuk memanggil
dokter. Tapi aku merasakan tanganku digenggam lebih erat dari
sebelumnya. Dan aku tau, Xiu Min tidak mengingingkan aku untuk melakukan
hal itu. Jadi aku hanya memanggil Kris Sunbae agar terbangun dari
tidurnya dan aku tau, Xiu Min ingin aku membangunkan Kris Sunbae.
Kris Sunbae berlari ke arah kami dan bersiap untuk memanggil dokter,
tapi aku segera mencegahnya. Jadi kami berada di samping ranjang Xiu Min
dan memperhatikan apa yang akan di lakukannya. Xiu Min seperti ingin
mengatakan sesuatu tapi tidak mengeluarkan suara apapun. Kris Sunbae
berlari untuk mengambil sesuatu di laci dan kembali dengan membawa buku
dan pulpen. Aku segera mengambil pulpen dari tangan Kris Sunbae dan
memberikannya dengan perlahan ke tangan Xiu Min.
Xiu Min mulai menuliskan sesuatu di buku yang di pegang oleh Kris
Sunbae. Tulisannya tidak jelas, tapi aku tau apa itu. Dan saat
membacanya, tangisku benar-benar pecah. Seakan-akan hanya menangis yang
bisa kulakukan di dunia saat itu.
Hyung, Ji-ah, terima kasih. Kalian berarti untukku. Berbahagialah. Selamat tinggal.
———-
Abu dan Secarik Kertas
Malam itu jam setengah sepuluh, sahabatku telah melangkah pergi untuk selamanya. Sahabat pertamaku. Sahabat terbaikku.
Hal pertama yang kulakukan setelah menangis adalah mengambil tulisan
tangan Xiu Min dan membacanya berkali-kali. Mata Kris Sunbae memerah
saat menelepon orang tuanya. Dan aku tau, susah untuk membujuk orang tua
keras kepala seperti mereka untuk meninggalkan pekerjaan mereka. Bahkan
saat tau bahwa anak mereka telah pergi!!! Sejenak aku berpikir bahwa
mereka kejam. Dan setelah kupikir-pikir, mereka memang lebih daripada
kejam.
Setelah selesai menelepon orang tuanya, Kris Sunbae duduk di
sampingku dalam keheningan. Setelah sekitar sepuluh menit kami duduk
dalam diam, Kris Sunbae memberitahuku bahwa Xiu Min pernah mengatakan
padanya kalau saat ia meninggal, ia ingin di kremasi dan abunya ditebar
di laut. Kris Sunbae juga memberitahuku bahwa ia hanya menanggap omongan
Xiu Min itu gurauan semata. Tapi setelah kami pikir, mungkin itulah
yang diinginkan Xiu Min. Keinginan terakhir Xiu Min yang bisa kami
kabulkan. Setelah itu Kris Sunbae menyuruhku untuk pulang dan meminta
maaf karena tidak bisa mengantarku. Terlihat jelas di matanya, sebuah
kepedihan yang berusaha ia sembunyikan dengan tawa tanpa humor. Dan aku
tau, Kris Sunbae membutuhkan waktu sendiri untuk berkabung.
Saat aku menelpon Oppa untuk menjemputku, Oppa mengajakku ke sebuah
taman. Aku tidak tahu apa yang dipikirkan Oppa saat melihatku saat itu.
Saat aku bertanya, Oppa hanya tersenyum dan berkata, “Berani taruhan.
Taman ini bisa menenangkan hatimu.” Dan Oppa benar. Sangat benar. Karena
setelah aku dan Oppa menemukan sebuah kursi, aku menangis kencang
dengan bahu Oppa sebagai sandaran. Dalam hati aku benar-benar berterima
kasih pada Park Seo Joon, Oppa tersayangku.
Pagi harinya aku, Eomma, dan Oppa menghadiri upacara untuk melepas
kepergian Xiu Min. aku berusaha untuk tegar, karena itu juga yang
dilakukan oleh Kris Sunbae. Kedua orang tua Xiu Min ikut menghadiri
upacara itu yang membuat hatiku sedikit lebih ringan. Aku tidak ikut
mengantar Xiu Min ke krematorium. Kepedihannya benar-benar menyiksaku.
Tapi sebagai gantinya, Kris Sunbae menghampiriku.
“Kalau dilihat dari matamu, pasti kau tidak tidur semalaman.” Katanya
menampakkan senyum. Ya seperti senyum yang benar-benar ikhlas.
Tampaknya Kris Sunbae sudah mengikhlaskan kepergian Xiu Min. Dan aku
juga harus.
“Sepertinya Sunbae juga sama sepertiku.” Kataku sambil menunjuk kulit
di bawah mataku. Aku yakin lingkaran dibawah mataku dan matanya
sama-sama menghitam.
“Memang benar.” Kris Sunbae tertawa sebentar lalu berubah menjadi
serius. “Jiyeon-ah, aku benar-benar tidak tahu apa yang ada dipikiran
Xiu Min atau pikiranmu. Tapi aku menemukan kertas ini di bawah bantal
Xiu Min.” Kris Sunbae memberiku secarik kertas dan sesaat wajahnya
merona. Meskipun tertutup sedikit oleh pipinya yang mengkilap karena
terlalu banyak air mata yang mengalir di atasnya.
“Apa ini?” aku mengangkat alis.
“Kurasa itu untukmu.” Kris Sunbae mengedikkan bahunya, “Kau taulah, sebuah surat.”
Setelah itu Kris Sunbae pamit pergi untuk menemui orang tuanya. Tapi
kupikir, mungkin itu untuk memberiku privasi untuk membaca surat dari
Xiu Min. jadi aku berjalan ke belakang rumah duka itu, bermaksud untuk
menemukan tempat sepi. Dan untungnya aku menemukan sebuah ayunan di
sana. Aku duduk di atas ayunan itu dan membuka lipatan kertas itu.
Hei, Ji-ah, kalau kau sampai membaca kertas ini, berarti aku sudah melangkah pergi. Haha.
Aku hanya ingin menyampaikan apa yang belum kusampaikan kepadamu.
Terima kasih. Terima kasih telah menjadi sahabatku. Terima kasih telah
mau menemaniku selama aku tidak bisa menggunakan kakiku. Terima kasih
telah menjadi orang paling berharga di hidupku. Beribu-ribu terima kasih
untukmu..
Lucu juga kalau di ingat-ingat. Saat kita menunggu bis di halte
sambil mencela satu sama lain. Saat kita bermain Tekken semalaman
sampai-sampai yang kita lakukan hanya tidur sepanjang hari. Saat aku
mengajarimu untuk memanjat pagar, membuat semua satpam di sekolah
melotot padaku. Saat kita lomba memakan es krim sampai muntah-muntah.
Dan ribuan hari-hari yang indah yang tak akan mungkin kutulis disini.
Kenangan kita terlalu banyak. Tapi semua itu tidak akan pernah
kulupakan. Semua kenangan kita benar-benar sudah mengkristal di otak dan
hatiku. Jadi kau bisa tenang.
Yang terakhir, aku hanya ingin kau menjalani hidup dengan tenang.
Aku ingin sahabatku tidak menangis hanya karena kepergianku. Kau tau
kan, aku benci di tangisi. Dan aku ingin mengingatkanmu satu hal, “Yesterday is a past, tomorrow is a mystery, and today is a gift—that’s why it’s called a present.”
Lalu, aku benar-benar berharap kau dan Hyung bakal menikah. Kalian
benar-benar cocok dan aku tau kalian saling menyukai. Seluruh dunia tau
kalian saling menyukai kecuali kalian sendiri. Oh, aku hanya bercanda.
Oh, iya, tolong jaga laut sebisa mungkin, oke?
Sahabatmu, Xiu Min.
Aku menutup kertas itu dan menitikkan air mata. Hanya satu titik air
mata. Tulisan tangan Xiu Min tidak serapih biasanya. Pasti Xiu Min
menulisnya setelah ia mengalami pemberhentian kerja saraf. Karena
tulisannya bisa dibilang jelek. Xiu Min pasti berusaha sekali untuk
menulis surat ini.
Aku sudah menekankan pada diriku sendiri. Tidak akan ada air mata
lagi untuk Xiu Min setelah ini. Xiu Min benci ditangisi. Setelah
menghapus air mataku, aku mendonggakan daguku dan berjalan mantap menuju
rumah duka. Aku tau inilah yang di inginkan Xiu Min.
Saat aku kembali, aku mencoba untuk tersenyum ke semua orang termasuk
Kris Sunbae. Aku masih berusaha untuk tersenyum sampai Kris Sunbae
menghampiriku dan duduk di kursi di sampingku.
“Xiu Min pasti bahagia sekali punya sahabat sepertimu.” Kata Kris
Sunbae membuka suara. Aku hanya tertawa menanggapi perkataan itu.
Padahal Kris Sunbae populer. Pasti banyak yang ingin jadi temannya.
“Em, Jiyeon,” Kris Sunbae memanggil namaku, membuatku menoleh
padanya. “Tolong jangan marah pada apapun yang ingin kuucapkan. Aku
hanya ingin jujur.”
Perkataan Kris sunbae membuatku mengangkat alis, “Ada apa?”
“Saat aku menemukan kertas itu, aku tidak tau itu ditujukan untuk
siapa. Jadi aku… membacanya.” Kris Sunbae menatapku tepat di mata.
“Ohh—APA???!” tidak sengaja aku memekik keras di rumah duka itu.
Kalau Kris Sunbae membaca kertasnya, berarti… berarti Kris Sunbae sudah
tau kalau aku menyukainya!! Aku panik setengah mati setelah itu. Aku
salah tingkah di hadapan Kris Sunbae. Melihatku, Kris Sunbae malah
berusaha menahan tawanya dan memegang tanganku. Dan hatiku seperti jatuh
dari tempatnya saat Kris Sunbae mengatakan, “Aku juga menyukaimu.
Bahkan sejak aku meminjamimu payung.”
Setelah itu aku hanya menunduk malu dan mendongak saat Kris Sunbae
berdiri untuk mengambil abu Xiu Min lalu memandangku dengan senyuman
kalem di wajahnya. Aku melangkahkan kakiku ke samping Kris Sunbae yang
membawa abu Xiu Min. Aku siap menabur abu Xiu Min. Dan aku yakin tidak
akan ada air mata untuk itu.
———-
Aku mengencangkan kaca mata renangku, bersiap untuk menyelam
mengarungi lautan Mal Dives. Dan aku tidak sendiri. Karena Kris Sunbae
selalu ada di sampingku. Ditambah lagi sahabatku yang selalu ada di
hatiku. “Terima kasih Xiu Min. ” Bisa kurasakan angin di pantai Mal
Dives seperti menyampaikan pesanku pada sahabatku, dimanapun dia berada
kini.
Satu pesannya yang selalu kuingat sejak 7 tahun lalu: “Yesterday is a past, tomorrow is a mystery, and today is a gift—that’s why it’s called a present.”
END
Yang suka k-pop pasti tau tokoh2 di cerita ini. Yang nulis ini bukan gue, tapi ade gue.
gita buka aja link nya kalo mau baca cerita2 dia yang lain. masih banyak karyanya yang harus kalian baca lagi setelah baca cerita ini :D